Pohon petai cina (Leucaena leucocephala), juga dikenal dengan nama lamtoro atau lamtoro gung, adalah tanaman tropis dari keluarga Fabaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, kemudian menyebar luas ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pohon ini berukuran kecil hingga sedang, biasanya tumbuh 3–10 meter, dengan batang ramping, cabang banyak, dan daun majemuk menyirip ganda yang halus menyerupai daun petai, tetapi ukurannya lebih kecil. Bunganya berbentuk bulat seperti bola kecil berwarna putih kekuningan, yang kemudian berkembang menjadi polong tipis berisi biji cokelat.
Yang membedakan petai cina dari pohon polong lainnya adalah daunnya yang halus rapat, sering dipakai sebagai pakan ternak, serta bijinya yang dimakan sebagai lalapan dengan cita rasa khas mirip petai meski lebih ringan. Selain itu, petai cina dikenal sebagai tanaman multiguna: selain buah dan daun untuk konsumsi, kayunya digunakan sebagai kayu bakar, dan akarnya mampu mengikat nitrogen sehingga meningkatkan kesuburan tanah.




Petai cina tumbuh baik di daerah tropis kering maupun basah, dengan ketinggian 0–1500 meter di atas permukaan laut. Ia mampu hidup di tanah miskin unsur hara, berbatu, hingga lahan kritis, sehingga sering digunakan dalam penghijauan, pencegah erosi, dan penutup tanah. Pertumbuhannya sangat cepat dan produktif, menjadikannya salah satu jenis leguminosa yang bernilai ekologis dan ekonomis.
Secara ekologis, petai cina berperan sebagai pohon konservasi dan sumber pakan alami. Daun mudanya menjadi pakan ternak, bunganya mendukung serangga penyerbuk, sementara bijinya juga dikonsumsi manusia. Namun, karena pertumbuhannya sangat agresif, tanaman ini juga bisa menjadi invasif di beberapa wilayah bila tidak dikendalikan. Dengan sifat serbaguna, daya adaptasi tinggi, dan manfaat ganda, petai cina adalah salah satu pohon penunjang kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia.